![]() |
Alhamdulillah kita masih dipertemukan dengan bulan Ramadan tahun ini. Bulan penuh pengampunan dan limpahan pahala untuk amal saleh.
Puasa tahun ini saya jalani di negeri orang bersama keluarga tercinta. Apalagi sekarang memang sudah memasuki musim liburan sekolah di Indonesia.
Ramadan di negeri orang memang enak nggak enak. Dulu waktu awal-awal saya di sini, agak terkaget-kaget melihat suasana yang sama sekali tidak tampak suasana Ramadannya. Ini mungkin karena saya berasal dari daerah yang menerapkan syariat Islam ya, di mana bahkan seminggu atau dua hari menjelang Ramadan, ‘aroma’ Ramadan sudah begitu terasa walaupun belum Ramadan. Pegawai-pegawai dan para pekerja di Aceh pasti akan libur di dua hari menjelang puasa sampai hari pertama puasa. Barulah di hari kedua puasa, para pegawai masuk kantor kembali. Tidak ada libur dari pemerintah sebetulnya, juga bukan karena tanggal merah. Mana ada sih libur 1 Ramadan kecuali jika itu pas di pada hari libur nasional :D Ini terjadi lebih karena adanya kebiasaan masyarakat Aceh yang merayakan Meugang (beli daging dan makan besar) yang dilaksanakan dua hari sebelum puasa. Nah kalau di hari pertama puasa, ada yang libur ada yang tidak. Memang tidak ada lagi Meugang sih, tetapi ini lebih karena pengaruh hari pertama puasa saja yang mana hari itu kami anggap sebagai Hari Lemas Sedunia, hahaa… Kalau boleh saya bilang, liburnya kami orang Aceh di jelang puasa dan hari pertama puasa adalah libur yang meliburkan diri sendiri. Tentu saja, tidak ada yang marah atau dianggap melanggar aturan karena hampir semua melakukannya, hahaa.
Belum lagi di siang harinya, tidak ada satupun warung-warung nasi yang buka, bahkan meski itu warung kopi. Pokoknya suasananya memang benar-benar ‘syariat’ :D Jadi godaan orang-orang berpuasa di Aceh memang lebih sedikit jika dilihat dari segi makanan sebagai faktor penggoda orang berpuasa.
Tetapi di Thailand, di hari pertama dan kedua Ramadan, nuansanya biasa saja sebagaimana hari-hari sebelumnya. Bahkan saat Idul Fitri pun tidak ada libur nasional. Jika sudah begini, maka kerinduan akan suasana Ramadan dan Idul Fitri di kampung halaman menjadi tidak terbendung. Rindu berbuka puasa bersama keluarga besar; orangtua-mertua-adik/abang/kakak--adik/abang/kakak ipar-keponakan, dan handai taulan lainnya. Juga rindu jalan-jalan di sore hari melihat-lihat orang berjualan aneka makanan di pinggir jalan. Di Banda Aceh, terutama di sore hari, hampir di semua ruas jalan akan dipenuhi para pedagang musiman Ramadan, baik jalan-jalan di kota maupun di kampung-kampung.
Tetapi apapun keadaannya, harus selalu disyukuri, salah satunya adalah paling tidak secara iklim, negara-negara di Asia tenggara memilik iklim yang sama. Itu yang membuat nyaris tidak berbeda sama sekali dalam hal penentuan kapan waktu imsak dan kapan waktu berbuka, misalnya. Bayangkan mereka yang tinggal di belahan negara-negara yang saat ini sedang musim panas, rentang waktu mereka berpuasa akan lebih panjang dibanding kita yang tinggal di negara-negara tropis.
Saat ini Thailand sedang memasuki Summer Season atau musim kemarau. Sekolah dan kampus-kampus akan libur selama tiga bulan ke depan. Di mana-mana terlihat orang-orang memakai payung. Sekarang memang sedang panas-panasnya. Kalau sudah begini, sayapun malas ke mana-mana meskipun di sini tersedia bus gratis. Saya orangnya cepat capek dan cepat merasa haus. Dan memang keadaan sedang mengharuskan saya tidak bisa ke mana-mana. Saya sudah hampir menyelesaikan tugas saya sebagai pelajar di sini. Hanya tinggal menunggu sedikiiiit saja lagi setelah saya menyelesaikan revisi ini itu, lalu saya akan kembali ke tanah air sebagai… orang bebas. Mudah-mudahan bisa selesai semuanya sebelum lebaran tahun ini. Aamiin.
Dan yang juga membuat saya bersyukur adalah bahwa kenyataan saya tinggal tidak begitu jauh dari KJRI (Konsulat Jenderal RI). Kampus saya dengan markas KJRI, masih dalam satu provinsi. Hanya 40 menit saja dari kota tempat saya tinggal. Bisa bersama orang-orang Indonesia di luar negeri saat Ramadan begini, menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri. Jika ingin merasakan nuansa Ramadan yang ‘sakral’ ala Indonesia, maka KJRI menjadi tempat utama yang kami tuju. Ditambah dengan kenyataan, di kota tersebut terdapat lebih banyak muslim dibanding kota tempat saya tinggal, jadi nuansa Ramadannya lebih terasa di kota tempat KJRI berada.
![]() |
Yang lebih membahagiakan lagi adalah mahasiswa Indonesia selalu diistimewakan oleh pegawai dan staf KJRI. Mulai dari bapak Konjen sampai bawahannya, mereka semua baik-baik banget. Benar-benar berasa seperti saudara. Tiap minggu mereka membuat ‘party’ buka bersama. Mereka mengundang semua mahasiswa Indonesia dan WNI yang ada di sini untuk mencicipi makanan yang lezat-lezat masakan ibu-ibu DW KJRI. Tentu, semua masakan Indonesia dengan bumbu Indonesia. Makanan tersebut memang disediakan dalam jumlah yang banyak sekali, itulah kenapa saya sebut ‘party’. Meskipun banyak yang datang, makanan selalu berlebih. Mubazir? Sama sekali tidak. Mereka memang sengaja menyediakannya dalam jumlah yang banyak, agar kami bisa membungkusnya lalu membawa pulang ke tempat masing-masing. Super-duper baik kan, yaaaa? Maka, nikmat mana lagi yang bisa dipungkiri. Alhamdulillah.
![]() |
Ramadan kali ini akan menjadi Ramadan terakhir saya di negeri orang, tetapi semoga bukan menjadi Ramadan terakhir dalam hidup saya. Semoga kita masih dipertemukan dengan Ramadan tahun ya temans.
Selamat menunaikan ibadah puasa. Mohon maaf lahir batin kalau saya punya salah dan khilaf.